Senin, 10 Maret 2008

DPR Setujui Interpelasi BLBI

JAKARTA - Akhirnya, DPR menyetujui penggunaan hak interplasi mengenai kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Kesepakatan itu digolkan secara aklamasi. Persetujuan itu dicapai dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR dari F-PDIP Soetardjo Soerjogoeritno di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (4/12).
Menurut agenda yang disepakati sebelumnya, rapat paripurna yang berlangsung mulai pukul 12.00 WIB itu akan mengambil keputusan secara voting tentang usulan 71 anggota DPR dari berbagai fraksi mengenai interpelasi BLBI dan KLBI.Soetardjo membuka rapat dengan pertanyaan, "Apakah keputusan soal interpelasi BLBI diputuskan sekarang atau ditunda?" Maksudnya, ditunda untuk diputuskan dalam paripurna penutupan masa sidang pada Jumat (7/12) mendatang.
Pertanyaan Soetardjo Soerjogoeritno itu langsung menuai hujan interupsi. Aria Bima, Panda Nababan, dan Idham dari F-PDIP menyatakan fraksinya setuju mengajukan interpelasi BLBI. Tapi, bersamaan dengan itu, paripurna juga harus memutuskan pembubaran Panja BLBI serta memastikan Presiden akan hadir di DPR untuk menjelaskan tentang penyelesaian kasus-kasus BLBI.
Kehadiran Presiden, kata Aria Bima, penting, karena kasus BLBI merupakan masalah serius yang berkaitan dengan janji politik Presiden SBY dalam hal pemberantasan korupsi. "Tata tertib memeng tidak mewajibkan Presiden untuk hadir di DPR, tetapi tata tertib juga tidak melarang Presiden untuk datang ke DPR," tegas Aria. Selain itu, para interuptor dari F-PDIP juga meminta Mbah Tardjo tak perlu menanyakan apakah paripurna BLBI akan ditunda atau tidak, karena sudah ada kesepakatan bahwa usul interpelasi BLBI itu akan diputuskan secara voting dalam paripurna kali ini.
Peringatan serupa juga dilontarkan oleh Abdullah Azwar Anas dari F-KB, Yuddy Chrisnandy dari F-PG, Dradjad Wibowo dari F-PAN, dan Ade Daud Nasution dari F-PBR. Mendengar itu, Mbah Tardjo memutuskan untuk segera melakukan voting terbuka. Namum, voting terbuka gagal dilakukan setelah para pimpinan fraksi menyatakan kesepakatan menerima usulan interpelasi secara aklamasi.
Effendy Choirie saat dimintai komentar soal keputusan secara aklamasi itu, mengatakan keputusan tersebut merupakan kemenangan fraksi-fraksi yang tidak mau ketahuan belangnya. "Kalau voting kan ketahuan siapa yang setuju dan siapa yang menolak. Itu yang dihindari fraksi-fraksi yang tidak setuju interpelasi BLBI," ujarnya.Ia menduga, tarik-menarik kepentingan akan kembali terjadi saat melakukan penyempurnaan atas usul interpelasi BLBI. Karena, belum jelas bentuk penyempurnaan seperti apa yang akan dilakukan.
Priyo Budi Santoso dan Zulkifli Hasan saat ditanya hal yang sama, menyatakan keputusan tersebut merupakan solusi terbaik. "Yang penting substansinya sudah disetujui, tinggak kita membentuk tim kecil untuk lakukan penyempurnaan," jelas Zulkifli seperti dikutip antara. (ris)

Asyik, Jakarta Banjir Lagi!

Sungguh apes nasib masyarakat Jakarta. Setiap hujan turun hati mereka tidak pernah tenang. Mereka memikirkan nasib rumah dan kendaraan mereka, mereka memikirkan bagaimana anak-anak mereka dapat pulang dari sekolah, dan mereka memikirkan bagaimana caranya dapat pulang tepat waktu padahal lalu lintas pasti akan sangat macet di saat hujan turun. Sungguh apes nasib masyarakat Jakarta. Hujan yang seharusnya menjadi sebuah hiburan gratis dari Tuhan justru menjadi momok yang amat menakutkan bagi mereka. Setiap hujan turun, hati mereka menjadi gelisah tidak karuan. Sungguh menyedihkan. Kondisi ini sungguh ironis karena di berbagai tempat lain di dunia hujan justru menjadi simbol romantisme dan waktunya bermesra-mesraan. Sementara hujan di Jakarta, justru dicaci dan dimaki.
Sungguh apes nasib masyarakat Jakarta. Mereka tidak punya kekuatan untuk melawan Pemerintah DKI Jakarta dan berteriak, “Kami sudah bosan dengan banjir.” Yang ada, masyarakat Jakarta hanya bisa diam dan termenung menatapi rumahnya terendam air. Mereka hanya bisa tersenyum kecut menyaksikan hasil kerja keras mereka selama bertahun-tahun harus rusak dan tidak tersisa akibat kekuatan alam yang tidak terbendung. Raut wajah mereka yang selama ini jarang ceria karena harus melawan kerasnya kehidupan di Jakarta untuk sekian kalinya harus muram dan sedih sambil menatap kosong ke depan. Memang sungguh berat untuk bisa menjadi bagian dari masyarakat Jakarta, rasanya satu nyawa saja tidak pernah cukup.
Banjir lagi banjir lagi. Tapi apa mau dikata, hujan bukan suatu hal yang bisa dikontrol. Hujan adalah sebuah gejala alam ciptaan Tuhan. Hujan pasti akan terus turun selama bumi ini masih berputar. Ingin rasanya berdoa dan meminta Tuhan agar menghentikan turunnya hujan di Jakarta, tapi saya tahu itu tidak mungkin. Toh, di lain sisi kita semua juga membutuhkan hujan sebagai sumber air minum kita. “Jadi mau bilang apa?” Tanya seorang pejabat Pemerintah DKI Jakarta. “Yah, hadapi saja dan terima dengan lapang dada.”
Mau tahu apa jawaban orang miskin? “Ngomong emang gampang!” Untuk sebagian besar masyarakat Jakarta yang hidup pas-pasan yang setiap hari harus lari mengejar metromini dengan napas terengah-engah, bukan jawaban seperti itu yang ingin mereka dengar dari para pejabat kota. Tubuh mereka sudah terlalu lelah dan jiwa mereka sudah begitu jengah. Muka mereka yang hitam dan berdaki akibat kepulan asap kendaraan bermotor tampak tidak puas dengan jawaban seperti itu, tapi apa mau dikata suara mereka hanya dianggap angin lalu saja.
Masalah banjir memang bukan barang baru di Jakarta. Sejak tahun 2002, banjir di Jakarta semakin parah saja setiap tahunnya. Apabila hujan turun lebih dari satu atau dua jam saja bisa dipastikan banyak lokasi di Jakarta tergenang air. Setiap banjir terjadi baik masyarakat dan Pemerintah DKI Jakarta sama-sama tidak mau disalahkan. Kalangan masyarakat menuduh Pemerintah DKI Jakarta tidak becus dalam menata dan dan mengatur kota sementara kalangan pejabat juga tidak mau disalahkan begitu saja dengan balik menuduh bahwa masyarakat Jakarta tidak memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan. Menurut hemat saya, tuduhan masing-masing pihak adalah benar. Sebagai bagian dari masyarakat Jakarta selama enam tahun saya sadar sepenuhnya bahwa mayoritas masyarakat Jakarta tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa menjaga dan melestarikan lingkungan itu tidak saja perlu tapi sangatlah penting. Saya ingat bagaimana seorang teman dekat saya dengan santainya selalu membuang sisa makanan di mana saja ia berada, bahkan di tengah jalan apabila kami sedang berada di dalam mobil sekalipun. Saya biasanya langsung melotot dan berteriak, “Buset!” Teman saya yang kebetulan punya kepribadian sangat nyentrik hanya menjawab sembari mesam-mesem, “Yaelah, sok bule lo. Semua orang juga begitu.”

UN Digabung UMPTN

Ujian nasional diusulkan digabung dengan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selain demi efisiensi anggaran, penggabungan itu akan meringankan beban pelajar.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur, Rasiyo, menuturkan dua ujian berturut-turut akan sangat memberatkan pelajar. Apalagi, dua jenis ujian itu sama-sama penting sehingga pelajar harus bekerja keras untuk keduanya. “Pelajar, yang akan meneruskan perguruan tinggi, tentu tidak bisa memilih mengutamakan salah satu,” ujarnya di Surabaya, Selasa(27/3).
Saat ini pemerintah berusaha mengurangi beban itu. Pengurangan itu antara lain lewat pengajuan jadwal UN lebih cepat sebulan dibandingkan tahun lalu. Dengan pengajuan itu, diharapkan ada jeda bagi pelajar dari keharusan mempersiapkan diri untuk menghadapi dua ujian.
“Ke depan, Jatim mengusulkan agar UMPTN dan UN bisa digabung. April nanti kami akan presentasikan ide itu ke Menteri Pendidikan Nasional. Jika menteri setuju, akan mudah mewujudkannya,” tuturnya.
Ide penggabungan itu juga berusaha diwujudkan lewat dua hal. Pertama meningkatkan kredibilitas UN. Jika kredibilitas UN diakui oleh pengelola perguruan tinggi (PTN), diharapkan hasilnya juga diakui sebagai dasar penerimaan mahasiswa baru.
Peningkatan kredibilitas itu antara lain dilakukan dengan pelibatan perguruan tinggi dalam pemantauan UN. PTN diberi kesempatan untuk mengetahui bagaimana UN berjalan. “Ini pekerjaan yang melibatkan dan membutuhkan dukungan banyak pihak,” tuturnya.
Para guru yang menyatakan peduli dengan murid diharapkan menjaga kredibilitas UN. Jika UN tetap dipandang banyak kecurangan, beban pelajar akan terus berat. “Ayo bantu pelajar dengan tidak mencoba merekayasa hasil UN,” katanya.